Polemik Jam Operasional Arena Biliar Saat Ramadan, DPRD Samarinda Bakal Revisi Perda

- Samarinda
  • Bagikan
Ilustrasi arena biliar

HERALDKAKTIM.COM, SAMARINDA – Polemik operasional rumah biliar saat bulan Ramadan kembali dibahas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda. Dalam rapat dengar pendapat (hearing) yang digelar Jumat, 28 Februari 2025, DPRD bersama dinas terkait mencari solusi agar aturan lebih jelas dan tak lagi jadi perdebatan tahunan.

Rapat berlangsung di Ruang Rapat Utama DPRD Samarinda dan dipimpin Ketua Komisi IV Mohammad Novan Syahronny Pasie. Turut hadir perwakilan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar), Dinas Perizinan, serta pengurus Persatuan Olahraga Biliar Seluruh Indonesia (POBSI) Kota Samarinda.

Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menjelaskan, hearing ini merupakan tindak lanjut dari surat POBSI yang mempertanyakan status operasional rumah biliar selama Ramadan. Pasalnya, surat edaran yang ditandatangani Wakil Wali Kota Samarinda pada 24 Februari 2025 tak secara spesifik mengatur rumah biliar.

“Kami ingin kejelasan. Di Balikpapan, misalnya, rumah biliar tetap bisa beroperasi dengan jam yang diatur. Samarinda harus punya regulasi yang lebih tegas agar tak ada kebingungan,” kata Novan.

Pihak Disporapar pun mengungkapkan bahwa mereka tengah merumuskan rekomendasi final. Namun, sudah ada gambaran mengenai aturan yang akan diterapkan.

Aturan Baru, Jam Operasional dan Kategori Usaha

Dalam hearing, disepakati bahwa rumah biliar yang terdaftar di bawah POBSI dan digunakan untuk pembinaan atlet tetap diperbolehkan buka. Sementara tempat yang tidak memiliki izin resmi atau tidak masuk dalam kategori pembinaan harus tutup.

Disporapar mengusulkan jam operasional rumah biliar selama Ramadan sebagai berikut:

  • 10.00 – 17.00 WITA
  • 21.00 – 23.00 WITA

Dari 22 rumah biliar yang ada di Samarinda, hanya 10 yang akan diizinkan buka karena digunakan untuk pembinaan atlet. Hal ini sejalan dengan persiapan menuju ajang Pra-Porprov dan Porprov.

Selain itu, rumah biliar yang ingin beroperasi wajib memenuhi persyaratan perizinan. Menurut Rosana dari Dinas Perizinan, usaha biliar masuk dalam kategori TAB-93-113, yaitu kelompok olahraga dan hiburan bersama boling serta panahan. Dengan skala menengah dan modal investasi Rp5–10 miliar, usaha ini dikategorikan memiliki risiko menengah tinggi.

“Karena itu, rumah biliar wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan sertifikat standar yang sudah diverifikasi. Perizinannya juga harus melalui Dinas Pariwisata Provinsi sebelum disahkan oleh FDMPK-SB provinsi dan berlaku lima tahun,” jelas Rosana.

Tak hanya itu, rumah biliar yang menyediakan layanan tambahan seperti kafe atau menjual minuman beralkohol harus mengurus izin tambahan. Sesuai Perda Nomor 5 Tahun 2023, penjualan alkohol hanya diperbolehkan di hotel berbintang atau tempat yang memiliki izin khusus.

Revisi Perda Jadi Solusi Jangka Panjang

DPRD Samarinda menegaskan bahwa aturan ini bertujuan mengakhiri praktik “kucing-kucingan” antara pengusaha biliar dan petugas saat Ramadan. Untuk memperjelas regulasi, DPRD mewacanakan revisi Peraturan Daerah (Perda) agar tak ada lagi interpretasi berbeda.

“Harapannya, ini jadi hearing terakhir soal rumah biliar saat Ramadan. Setelah Lebaran, kami akan langsung membahas revisi Perda agar aturan lebih tegas dan tidak lagi menjadi perdebatan tahunan,” kata Andriansyah, anggota DPRD Samarinda.

Keputusan ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi semua pihak, baik pengusaha biliar, atlet, maupun pemerintah daerah. (adv/arw)

  • Bagikan