HERALDKALTIM, SAMARINDA – Satu lagi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan Perusahaan Daerah Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) kembali diamankan. Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur menahan tersangka berinisial MNH, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT GBU, setelah penyidik menemukan bukti keterlibatannya dalam skandal yang merugikan negara miliaran rupiah.
“Tersangka MNH resmi ditahan setelah ditemukan cukup bukti dalam perkara ini. Ia menjadi tersangka keempat yang ditetapkan dalam kasus ini,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, dalam konferensi pers di Samarinda, Rabu, 26 Februari 2025.
Sebelumnya, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah IGS, Direktur Utama Perusda Pertambangan BKS; NJ, Kuasa Direktur CV ALG; serta SR, Direktur Utama PT RPB.
Skandal Rp25,8 Miliar yang Berujung Kerugian Negara
Kasus ini bermula dari kerja sama jual beli batu bara yang dilakukan Perusda Pertambangan BKS dengan lima perusahaan swasta pada 2017 hingga 2019. Total dana yang terlibat dalam transaksi tersebut mencapai Rp25,8 miliar. Namun, kerja sama itu diduga tidak melalui prosedur yang semestinya.
“Tidak ada persetujuan dari badan pengawas maupun gubernur sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM). Tidak ada proposal, studi kelayakan, atau analisis manajemen risiko yang layak,” jelas Toni.
Akibatnya, proyek tersebut gagal dan mengakibatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp21,2 miliar. Angka ini berdasarkan laporan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur.
Jerat Hukum dan Penahanan Tersangka
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
MNH kini resmi ditahan di Rutan Samarinda untuk 20 hari ke depan. Kejati Kaltim menilai penahanan diperlukan guna mengantisipasi kemungkinan tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana.
“Pasal yang disangkakan memiliki ancaman hukuman minimal lima tahun penjara. Oleh karena itu, penahanan ini dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” tandas Toni. (*)