HERALDKALTIM.COM — Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tercatat memiliki tunggakan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp28 miliar sejak tahun 2020 hingga 2024.
Hal ini terjadi setelah diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, yang mengubah besaran iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dalam aturan tersebut, iuran bagi Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah ditetapkan sebesar Rp42.000 per orang per bulan, berlaku sejak 1 Agustus 2019. Sementara itu, iuran untuk Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) ditentukan sebesar 5 persen dari gaji bulanan.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Samarinda, Citra Jaya, menjelaskan bahwa aturan ini sudah seharusnya dijalankan sejak diterbitkan. Namun, pada 2020, Pemkot memprioritaskan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19, yang menyebabkan pembayaran iuran tertunda.
“Kami sudah berkomunikasi dengan Pemkot dan mereka berkomitmen untuk membayar sisa tunggakan yang ada,” ujar Citra.
Masalah ini menjadi perhatian dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Kota Samarinda pada Senin (6/1). Ketua Komisi IV DPRD, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyoroti potensi munculnya tunggakan baru pada 2025, mengingat perjanjian pembayaran iuran hanya berlaku hingga September 2025 sehingga berpotensi naik menjadi Rp42 miliar di akhir tahun.
“Jika tidak diantisipasi, ada potensi tambahan tunggakan sekitar Rp14 miliar di akhir tahun. Pemerintah perlu segera mengambil langkah untuk mencegah hal ini agar pelayanan kesehatan tidak terganggu,” tegas Novan.
Novan juga mengingatkan dampak keterlambatan pembayaran terhadap fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. “Pelayanan kesehatan dasar harus tetap terjamin meskipun ada kendala administrasi,” tambahnya.
Komitmen Pemkot dan Fokus BPJS Kesehatan
Citra Jaya memastikan bahwa keterlambatan pembayaran tidak akan memengaruhi layanan kesehatan masyarakat. “Seluruh warga Samarinda sudah tercover oleh BPJS Kesehatan. Ke depan, kami lebih fokus menangani peserta yang tidak aktif, terutama dari kepesertaan mandiri,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, DPRD meminta Pemkot Samarinda menyiapkan strategi pendanaan yang jelas, termasuk melalui anggaran perubahan.