HERALDKALTIM.COM — Peredaran gelap narkotika terus menjadi masalah yang sulit diatasi. Meskipun penindakan oleh kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dilakukan secara intensif, efek jera yang diharapkan tidak kunjung terlihat. Sebaliknya, para pelaku semakin kreatif dengan berbagai modus baru untuk mengedarkan barang haram tersebut.
Kepala BNN Kota Samarinda, Kombes Pol Sutrisno Hady Santoso, menyampaikan bahwa modus operandi para pelaku terus berubah setiap kali salah satu jaringannya tertangkap.
“Jadi banyak modus operandi yang mereka gunakan, supaya barang ini bisa masuk ke Samarinda, sehingga kami pun dengan berbagai cara berusaha menggagalkan itu. Kami tak ingin kalah langkah dengan mereka,” tegas Sutrisno.
Sutrisno menjelaskan bahwa narkotika jenis sabu yang masuk ke Samarinda mayoritas berasal dari Tawau, Malaysia. Barang haram tersebut diselundupkan melalui perbatasan di Sebatik dan Nunukan di Kalimantan Utara, lalu melanjutkan perjalanan ke Tarakan atau Tanjung Selor, Bulungan, sebelum akhirnya sampai di Samarinda melalui jalur darat.
“Barang (sabu) ini juga dari Nunukan sebagian dibawa ke Sulawesi melalui jalur laut, bahkan ada juga ke Kalimantan Selatan (Kalsel). Kemudian, ada juga jalur melalui Kalimantan Barat (Kalbar) kemudian dibawa ke Kaltim,” paparnya.
Menurut Sutrisno, Samarinda menjadi salah satu tujuan utama peredaran narkoba karena statusnya sebagai ibu kota provinsi dengan jumlah penduduk yang besar dan ekonomi yang relatif kuat.
“Samarinda ini tujuan akhir dari peredaran narkoba, selain kota besar juga ibu kota provinsi, banyak masyarakatnya bekerja di lokasi-lokasi tambang, artinya secara ekonomi, orang di sini cukup mapan,” jelasnya.
Melihat berbagai modus yang digunakan para pelaku, BNN Kota Samarinda telah memantau beberapa jaringan yang menjadi perhatian khusus dalam upaya memberantas peredaran narkotika di wilayah tersebut.