HERALDKALTIM.COM, JAKARTA — Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Afrizal Hady, mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor atau Paman Birin, yang sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap lelang proyek.
“Menerima dan mengabulkan gugatan praperadilan Sahbirin Noor untuk sebagian,” ungkap Hakim Afrizal Hady dalam sidang putusan di PN Jaksel, Selasa, 12 November 2024.
Hakim memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap Sahbirin Noor tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan bahwa penetapan tersebut merupakan tindakan sewenang-wenang dari pihak termohon. Hakim juga menegaskan bahwa surat perintah penyidikan (sprindik) yang dikeluarkan KPK dianggap tidak sah.
Sprindik adalah dokumen resmi yang memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana. Dokumen ini dibuat setelah adanya kesimpulan dari evaluasi bahwa tindak pidana telah terjadi, dan berisi nama tersangka serta perkaranya.
Kuasa hukum Sahbirin Noor, Soesilo Aribowo, menjelaskan bahwa kliennya tidak melarikan diri karena tidak ada surat panggilan resmi. “Sekarang Pak Sahbirin Noor kembali pada posisi semula, tidak memiliki status apapun karena penetapan tersangka telah dibatalkan,” jelas Soesilo.
Soesilo juga menyatakan bahwa Sahbirin tidak berada di lokasi saat operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan oleh KPK. Proses penetapan tersangka, menurutnya, seharusnya mengikuti prosedur sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu melalui pemanggilan resmi dan pemeriksaan awal.
“Saya kira itu intisari dari putusan praperadilan ini. Artinya, penetapan Pak Sahbirin sebagai tersangka telah dibatalkan,” katanya.
KPK sebelumnya menyatakan telah mengumpulkan 152 alat bukti yang cukup untuk menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan ini sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap lelang proyek di wilayah tersebut. OTT dilakukan pada Minggu, 6 Oktober 2024, dan dua hari kemudian, KPK mengumumkan penetapan tersangka.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Kalsel, Ahmad Solhan; Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalsel, Yulianti Erlynah; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad; Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean; serta dua tersangka dari pihak swasta, yaitu Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto.
Proyek-proyek yang menjadi objek kasus ini meliputi pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terintegrasi Provinsi Kalsel senilai Rp23 miliar, pembangunan Gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, serta pembangunan kolam renang di kawasan olahraga terintegrasi senilai Rp9 miliar.