HERALDKALTIM.COM, SAMARINDA — Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur (Kaltim) Irwansyah, mengeluarkan seruan mendesak bagi DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.
Ia menilai lambatnya pengesahan RUU ini berdampak besar pada kualitas penyiaran dan arus informasi di Indonesia, khususnya terkait maraknya konten negatif di media digital.
“Setiap tahun, UU Penyiaran selalu masuk urutan pertama Prolegnas, tapi nyatanya hanya janji manis,” ujar Irwansyah usai acara ngobrol pilkada 2024 yang berlangsung di Bageos cafe, pada Senin, 11 November 2024, siang.
“Kami di KPID bahkan sudah melayangkan surat dan berkomunikasi dengan Kementerian dan DPR RI, mendesak pengesahan UU ini karena menilai kondisi penyiaran di Indonesia sudah dalam tahap darurat,” tambahnya
Irwansyah menyoroti bahaya konten negatif yang bebas beredar di media digital tanpa regulasi yang memadai. “Generasi kita ini sudah carut marut. Media digital tanpa aturan jelas ini masuk begitu saja ke masyarakat, tanpa ada pihak yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Ia mencontohkan konten judi online, permainan yang tidak edukatif, hingga konten berbau kekerasan dan pornografi yang mengancam generasi muda.
“Dampaknya besar sekali. Kita lihat konten media digital sekarang ini bisa menyebabkan kekerasan dalam keluarga, pornografi, hingga adu domba berbasis agama dan suku,” jelasnya.
Irwansyah juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait kemungkinan adanya kepentingan politik yang menghambat pengesahan RUU Penyiaran ini.
“Saya menduga ada pihak-pihak besar yang sengaja menahan pengesahan RUU ini. Padahal, kalau sudah masuk Prolegnas urutan pertama, tinggal ketuk palu saja,” duganya.
Ia menyebut beberapa kontroversi di dalam RUU penyiaran, seperti aturan yang membatasi Liputan investigasi oleh jurnalis. “Padahal, hal tersebut bisa disesuaikan tanpa menghambat regulasi yang lebih luas,” tegasnya.
Irwansyah berharap dukungan dari berbagai pihak, termasuk media dan masyarakat, untuk mendorong pengesahan UU Penyiaran.
“RUU Penyiaran tidak mendapatkan dorongan yang cukup besar dari masyarakat, berbeda dengan undang-undang lain seperti UU Pemilu atau UU KPK yang kerap mengundang aksi massa,” ungkapnya.
“Kami di KPID tidak punya wewenang untuk menindak akun-akun yang menyebarkan konten negatif di media sosial, karena tidak ada aturannya,” pungkasnya.